Alkisah pada suatu zaman,
hidup seorang lelaki yang mencari cinta,
namanya Arjuna.
Gunung tertinggi sanggup didaki,
seluruh daratan dijelajahi,
lautan juga sanggup diharungi,
semata-mata untuk mencari insan bernama WANITA.
Memang gila!
Si Arjuna tidak peduli gunung, daratan,
lautan, alam semesta ini milik siapa,
semuanya diterjah!
Di setiap tempat Arjuna berkata,
“Wahai wanita, cintailah aku.”
Dalam kisah yang lain,
seorang lelaki yang bernama Ibrahim juga mencari cinta.
Saat malam mulai menyapa alam,
tampak sebutir bintang.
Tidak lama kemudian bintang itu pun tenggelam.
“Aku tak menyukai yang tenggelam,” kata Ibrahim.
Beberapa saat kemudian,
terbitlah pula rembulan,
bersinar indah penuh kelembutan.
Namun, bulan juga hanya sesaat,
tersipu malu dengan keindahannya.
Azan subuh pun menguak kegelapan,
kokok ayam jantan membelah titisan embun pagi,
dan tidak lama kemudian keperkasaan mentari menerangi jagat raya ini.
“Inikah dia yang kucari?” tanya beliau sendirian.
Bukan... bukan itu, kerana mentari juga bersujud,
lalu merunduk sembunyi.
Kisah di atas adalah gambaran dua orang manusia si pencari cinta.
Di dunia ini, betapa banyak orang yang mencari cinta.
Namun jelas ada bezanya di sini,
antara lelaki yang bernama Arjuna dengan Ibrahim AS,
yang namanya termaktub indah di lembaran suci Al-Quran.
Arjuna mencari cintanya tanpa hala tuju,
tidak peduli apa-apa, yang dia fikirkan cuma mencari cinta wanita.
Salahkah si Arjuna kerana dia mencari cinta?
Memang fitrah manusia itu pasti merasakan cinta (QS. Ali Imran : 14).
Tapi apakah harus seperti itu?
Sehingga akal dan fikiran bagai tidak berfungsi,
bahkan hingga melebihi cinta-Nya!
Banyak kisah cinta sejati di dunia ini,
salah satunya adalah cinta Ibrahim yang tidak pernah pudar,
setelah mengenal dan mengetahui siapa yang patut menerima cintanya.
Beliau mengenal, dan kemudian sayang,
lantas jatuh hati kepada Maha Pencipta.
Maka itu yang dicintai juga berkenan menyambut cintanya,
bahkan menjadikannya sebagai khalilullah (QS. An-Nisaa' : 125).
Cinta di sini bukan cinta yang penuh kepalsuan,
emosi apa lagi berahi.
Namun cinta laksana mutiara yang memancarkan cintanya pada Rabb seluruh jagat raya ini,
mengaliri denyut nadi, helaan nafas serta aliran darah untuk tunduk dan patuh pada titah-Nya.
Cinta ini mestinya menepati kedudukan utama pada diri seorang muslim,
yakni cinta kepada Allah SWT, Rasul dan jihad di jalan-Nya.
Inilah cinta hakiki!
Dari nenek moyang kita dulu,
hingga sekarang,
banyak manusia yang telah jatuh cinta,
namun apakah cinta mereka dan kita
adalah cinta hakiki sebagaimana cinta mereka yang disebut ‘manusia langit?’
Adakah cinta kita adalah cinta seorang Sumayah binti Khayyath,
yang bersedia menjadi syahidah pertama dalam sejarah Islam
demi mempertahankan akidah yang dicintainya.
Ataukah, Ali bin Abi Thalib RA
yang rela ‘menyerahkan tubuh’
menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya
sewaktu Baginda keluar untuk hijrah,
sedangkan beliau tahu maut telah di depan mata mengancam jiwanya?
Atau pun Abu Bakar Shiddiq RA
yang tidak kalah ikhlas tangan dan kakinya
dipatuk binatang berbisa saat berdua dengan seseorang yang dicintainya?
Dia tidak ingin tubuh orang yang dicintai
dan dikasihinya tersentuh sedikitpun oleh
binatang-binatang yang berbisa itu.
Mereka hanyalah sedikit contoh daripada
orang-orang yang jatuh cinta dengan cinta yang sebenarnya.
Sebuah cinta sejati,
cinta hakiki yang akan mendapatkan redha Illahi Rabbi.
Maka,
sekarang kita pilihlah untuk menjadi siapa,
seorang Arjuna yang mencari cinta melulu,
atau seorang
Ibrahim AS,
Sumayah binti Khayyath,
Ali bin Abi Thalib RA
atau pun
Abu Bakar Shiddiq RA
yang mencari cinta sejati?
Dicatat oleh Hamba Daif
~by Acho | Demi Masa
1 comments:
So sweet...
Post a Comment